Oleh:
Muhammad Nur Muzakki
Abstrak
Islam telah
mengatur kepada umatnya, terkait pembagian-pembagian warisan dengan berdasar
kepada Alqur’an dan Hadis (hadits), maka umatnya dituntut untuk terus belajar dan
terus memahami ilmu faraidh, agar dapat selalu mengaplikasikan di dalam
kehidupan, hal tersebut dengan mencakup tiga unsur penting di dalamnya, yaitu
pengetahuan tentang kerabat yang menjadi ahli waris, pengetahuan tentang bagian
setiap ahli waris, dan pengetahuan tentang cara menghitung yang dapat
berhubungan dengan pembagian harta warisan.
Berdasar kepada nas (nash) Alqur’an, maka pembagian tersebut telah ditentukan bagiannya, yaitu separuh
(1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga
(1/3), dan seperenam (1/4). Dalam kondisi tertentu, seorang atau beberapa orang
ahli waris bisa terhalang untuk mendapatkan warisan, atau haknya atas harta
waris berkurang.
Adapun Ashaabul Furudh terbagi menjadi
dua macam, yaitu: Ashabul Furudh
Sababiyah, dan Ashabul Furudh Nasabiyyah.
Adapun juga Hukum ashabul ialah ayat-ayat al-quran antara lain: surat
an-nisa ayat 11-12.
Ashhabul furudh yang berhak
menerima setengah dari harta waris peninggalan waris ada lima, satu golongan
laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashhabul furudh ialah suami, anak perempuan, cucu perempuan
keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan
seayah
Untuk memudahkan dalam penyusunan makalah ini, penulis membuat suatu
rumusan masalah yang akan diangkat sebagai topik pembahasan. Adapun yang
menjadi rumusan masalah dalam makalah ini, adalah: ashabul furudh, macam-macam ashabul
furudh, dasar hukum ashabul
furudh, bagian masing-masing ashabul
furudh, terkait contoh permasalahan yaitu mencari asal masalah,
menghitung bagian ashabul furudh.
Agar lebih memahami
ilmu faraidh, dalam makalah ini penulis bertujuan untuk menjelaskan
pengertian ashabul furudh,
macam-macam ashabul furudh,
dasar hukum ashabul furudh,
bagian masing-masing ashabul
furudh, terkait contoh permasalahan yaitu mencari asal masalah,
menghitung bagian ashabul furudh.
Kata kunci: ashabul furudh, dasar hukum, bagian.
A. Pendahuluan
Dalam literatur hukum islam
ditemukan beberapa istilah untuk menamakan hukum kewarisan islam, seperti faraidh, fikih mawaris, dan hukm al-waris. Kata
yang lazim faraidh, kata ini digunakan oleh an-nawawi dalam kitab fiqih minhaj at-thalibin, oleh al-mahally
dalam komentarnya atas matan minhaj, disebutkan alasan penggunaannya
dikarenakan lebih banyak terdapat bagian yang ditentukan, oleh hukum itu, hukum
ini dinamakan faraidh.[1]
Di indonesia penyebutan fiqih
mawaris disebut juga hukum kewarisan
islam, hukum warisan, hukum kewarisan, dan hukum waris, yang sebenarnya
terjemahan bebas dari kata mawaris. Bedanya, fiqih mawaris menunjukan identitas
hukum waris islam, sementara hukum warisan mempunyai konotasi umum, bisa
mencakup hukum waris adat atau hukum waris yang diatur dalam kitab
undang-undang hukum perdata.[2]
Dikalangan umat islam apabila
terjadi kematian, yang mati itu meninggalkan harta, maka peralihan hartanya
harus merujuk pada ajaran agama, karena al-quran sudah menjelaskan secara
eksplisit tentang pembagian warisan melalui pendekatan matematis, yang
menggunakan angka pecahan. Meski al-quran sudah menjelaskan secara terperinci
tentang bagian masing-mading ahli waris, namun tidak semua umat islam
mengetahuinya secara baik.[3]
Bila kematian yang menimbulkan
kewarisan itu terjadi didalam suatu keluarga, dan diantara keluarga ada yang
mengetahui cara pembagiannya maka keluarga itu mengurus sendiri harta
peningalanna, sesuai dengan ajaran agama. Tetapi kalau tidak ada, boleh meminta
petunjuk kepada orang yang faham tentang pembagian, sesuai dalam al-quran. Maka
kalau sudah menerima pembagian sesuai ajaran al-quran. Maka kalau sudah
menerima bagian masing-masing persoalan selesai sudah.[4]
Namun, karena
objek ini adalah harta benda, sering timbul ketidak puasan disebagian anggota
keluarga, disamping disebabkan oleh ketidak tahuannya dengan ajaran agama, juga
disebabkan keserakahan dan rasa egois. Kalau urusannya sudah timbul
persengketaan yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan, maka hal ini
memerlukan penyelesaian pihak yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan untuk
memaksakan keputusannya, inilah yang dinamakan lembaga “qadha” atau peradilan.
Dengan demikian lembaga peradilan itu merupakan langkah terakhir dalam
penyelesaian urusan kewarisan.
B.
Pengertian Ashabul Furudh
Secara bahasa (etimologi), kata fardh mempunyai beberapa arti
yang berbeda yaitu al-qath “ketetapan yang pasti” at-taqdir
“ketentuan” dan al-bayan “penjelasan”. Sedangkan menurut istilah
(terminologi), fardh ialah bagian dari warisan yang telah ditentukan.[5] Definisi lainnya
menyebutkan bahwa fardh ialah bagian yang telah ditentukan secara syar’i
untuk ahli waris tertentu. Di dalam Al-Qur’an, kata furudh muqaddarah (yaitu
pembagian ahli waris secara fardh yang telah ditentukan jumlahnya)
merujuk pada 6 macam pembagian, yaitu separuh (1/2), seperempat (1/4),
seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/4).
Sedangkan pengertian Ashaabul Furudh atau dzawil
furudh adalah para ahli waris yang menurut syara’ sudah ditentukan
bagian-bagian tertentu mereka mengenai tirkah,[6] atau orang-orang yang
berhak menerima waris dengan jumlah yang ditentukan oleh Syar’i.
Para ahli waris Ashaabul Furudh atau dzawil
furudh ada tiga belas, empat dari laki-laki yaitu suami, ayah, kakek,
saudara laki-laki seibu. Sembilan dari perempuan yaitu nenek atau ibunya ibu
dan ibunya bapak, ibu, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki,
saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seibu, saudara perempuan
sebapak, dan isteri.
C.
Macam-macam Ashabul Furudh
Adapun Ashaabul Furudh terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1)
Ashabul Furudh Sababiyah, yaitu ahli waris
yang mendapatkan harta warisan disebabkan karena hubungan pernikahan.[7] Ashabul Furudh Sababiyah ini
terdiri dari: Suami, Isteri dan ولأه (wulah) sebeb membebaskan budak.
2)
Ashabul Furudh Nasabiyyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan disebabkan karena nasab atau keturunan.[8] Ashabul Furudh
Nasabiyyah ini terdiri dari: Ayah, Ibu, Anak perempuan, Cucu perempuan
dari anak laki-laki, Saudara perempuan sekandung, Saudara perempuan seayah,
Saudara laki-laki seibu, Saudara perempuan seibu, Kakek, Nenek atau ibunya ibu
dan ibunya ayah.
D.
Dasar Hukum Ashabul Furudh
1)
Seorang yang berhak mendapatkan bagian setengah (1/2) dari harta waris:
وان كانت واحدة
فلهاالنصف….
Artinya: “jika anak perempuan itu
seorang saja, maka ia memperoleh separo/setengah
harta yang ditinggalkan...” (QS. An-nisaa: 11).
وَلَكُمْ نِصْفُ مَاتَرَك أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَم يَكُن لَهُن وَلَد…
Artinya: “dan bagimu (suami-suami)
seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak
mempunyai anak ...” (QS. An-nisaa: 12).[9]
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللهُ يُفْتِيْكُمْ فِى
الْكَللةِ اِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَه وَلَدٌ وَلَه اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ
مَاتَرَكَ
Artinya: “mereka
meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah), Katakanlah: "Allah memberi fatwa
kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak
mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya...” (QS.
An-nisaa: 176).
2)
Seorang yang
berhak mendapatkan
bagian seperempat (1/4) dari harta waris:
فَاِنْ كَا نَ لَهُنَّ وَلَدُ
فَلَكَمَ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ...
Artinya: “jika isteri-isterimu itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat
seperempat dari harta yang ditinggalkannya...” (QS. An-nisaa: 12).
وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّاتَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ
يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ...
Artinya: “para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak...” (QS. An-nisaa: 12).
3)
Seorang yang
berhak mendapatkan
bagian seperdelapan (1/8) dari harta waris:
فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌفَلَهُنَّ
الثُّمُنُ مِمَّاتَرَكْتُمْ..
Artinya: “jika kamu mempunyai
anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan...” (QS. An-nisaa: 12).
4.
Seorang yang berhak mendapatkan bagian duapertiga (2/3) dari harta waris:
فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً
فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَامَاتَرَكَ...
Artinya: “jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan...” (QS. An-nisaa: 11).
فَاِنْ كَانَتَا
اثَنَتَيْنِ فَلَهُمَاالثُلُثنِ مِمَّا تَرَكَ...
Artinya: “tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan...” (QS. An-nisaa: 176).
5.
Seorang yang berhak mendapatkan bagian sepertiga (1/3) dari harta waris:
فَإِنْ
لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌوَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ...
Artinya: “jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat
sepertiga...” (QS. An-nisaa: 11).
فَإِنْ كَانُواأَكْثَرَمِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُفِي
الثُّلُثِ..
Artinya: “tetapi jika saudara-saudara
seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu...” (QS. An-nisaa: 12).
6.
Seorang yang berhak mendapatkan bagian seperenam (1/4) dari harta waris:
وَلِاَبَويْهِ لِكُلِّوَاحِدٍمِنْهُمَاالسُّدُسُ مِمَّاتَرَكَ
إِنْ كَانَ لَهُ وَلَد...
Artinya: “dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak...” (QS. An-nisaa: 11).[10]
وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ
كَلَالَةًأَوِامْرَأَةٌوَلَهُ أَخٌ أَوْأُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ
مِنْهُمَاالسُّدُس...
Artinya: “jika seseorang mati,
baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak
meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau
seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi
masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta...” (QS. An-nisaa: 12).
E.
Bagian Masing-masing Ashabul Furudh
Jumlah bagian yangg telah ditentukan Al-Qur'an ada enam macam, yaitu
setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3),
sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6). Kini mari kita kenali pembagiannya
secara rinci, siapa saja ahli waris yangg termasuk ashhabul furudh
dengaan bagian yangg berhak ia terima.
a) Ashhabul
Furudh yang Berhak Mendapat Setengah
Ashhabul
furudh yangg berhak mendapattkan separo dari harta waris peninggalan pewaris
ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashabul
furudh tersebut ialah suami, anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak
laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan seayah. Rinciannya
seperti berikut:
1)
Seorang suami berhak untuk
mendapattkan separo harta warisan, dengaan syarat apabila pewaris tidak
mempunyai keturunan, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, baik anak
keturunan itu dari suami tersebut ataupun bukan. Dalilnya ialah firman Allah:
“dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak ...”
2)
Anak perempuan (kandung)
mendapat bagian separo harta peninggalan pewaris, dengaan dua syarat:
a. Pewaris
tidak mempunyai anak laki-laki (berarti anak perempuan tersebut tidak mempunyai
saudara laki-laki).
b. Apabila
anak perempuan itu ialah anak tunggal. Dalilnya ialah firman Allah: "dan
apabila ia (anak perempuan) hanya seorang, maka ia mendapatt separo harta
warisan yangg ada". Bila kedua persyaratan tersebut tidak ada, maka anak
perempuan pewaris tidak mendapat bagian setengah.[11]
3)
Cucu perempuan keturunan anak
laki-laki akan mendapat bagian separo, dengaan tiga syarat:
a. Apabila
ia tidakk mempunyai saudara laki-laki (yakni cucu laki-laki dari keturunan anak
laki-laki).
b. Apabila
hanya seorang (yakni cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki tersebut
sebagai cucu tunggal).
c. Apabila
pewaris tidakk mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.
4)
Saudara kandung perempuan akan
mendapat bagian separo harta warisan, dengaan tiga syarat:
a. Ia
tidak mempunyai saudara kandung laki-laki.
b. Ia
hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara perempuan).
c. Pewaris
tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula mempunyai keturunan, baik
keturunan laki-laki ataupun keturunan perempuan.[12]
5)
Saudara perempuan seayah akan
mendapat bagian separo dari harta warisan peninggalan pewaris, dengaan empat
syarat:
a. Apabila
ia tidak mempunyai saudara laki-laki.
b. Apabila
ia hanya seorang diri.
c. Pewaris
tidak mempunyai saudara kandung perempuan.
d. Pewaris
tidak mempunyai ayah atau kakak, dan tidak pula anak, baik anak laki-laki
maupun perempuan.
b) Ashhabul
furudh yang Berhak Mendapat Seperempat
Adapun
kerabat pewaris yang berhak mendapat seperempat (1/4) dari harta peninggalannya
hanya ada dua, yaitu suami dan istri. Rinciannya sebagai berikut:
1. Seorang
suami berhak mendapatt bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan istrinya
dengaan satu syarat, yaitu bila sang istri mempunyai anak atau cucu laki-laki
dari keturunan anak laki-lakinya, baik anak atau cucu tersebut dari darah
dagingnya ataupun dari suami lain (sebelumnya)[13].
Hal ini berdasarkan firman Allah berikut:
"... Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat
seperempat dari harta yangg ditinggalkannya” (an-Nisa': 12)
2. Seorang
istri akan mendapatt bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan suaminya
dengaan satu syarat, yaitu apabila suami tidak mempunyai anak/cucu, baik anak
tersebut lahir dari rahimnya ataupun dari rahim istri lainnya. Ketentuan ini berdasarkan
firman Allah berikut:
"... Para istri memperoleh seperempat harta yangg kamu
tinggalkan jika kamu tidakk mempunyai anak ..." (an-Nisa': 12)
c) Ashhabul
furudh yang Berhak Mendapat Seperdelapan
Dari
sederetan ashhabul furudh yangg berhak memperoleh bagian
seperdelapan (1/8) yaitu istri. Istri, baik seorang maupun lebih akan
mendapattkan seperdelapan dari harta peninggalan suaminya, bila suami
mempunyai anak atau cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya
atau dari rahim istri yangg lain.[14]
Dalilnya ialah firman Allah SWT:
"... Jika kamu mempunyai anak,
maka para istri memperolehseperdelapan dari harta yangg kamu tinggalkan sesudah
dipenuh, wasiat yangg kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu
..." (an- Nisa': 12)
d) Ashhabul
furudh yang Berhak Mendapat Bagian Dua per Tiga
Ahli
waris yang berhak mendapatt bagian dua per tiga (2/3) dari harta peninggalan
pewaris ada empat, dan semuanya terdiri dari wanita:
1. Dua
anak perempuan (kandung) atau lebih.
Dua anak perempuan (kandung)
atau lebih itu tidakk mempunyai saudara laki-laki, yakni anak laki-laki dari
pewaris. Dalilnya firman Allah berikut:
"... dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dariii dua,
maka bagi mereka dua per tiga dariii harta yangg ditinggalkan ..."
(an-Nisa': 11)
2. Dua
orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.
Dua orang cucu perempuan dari
keturunan anak laki-laki akan mendapatkan bagian dua per tiga (2/3), dengaan
persyaratan sebagai berikut:
a.
Pewaris tidak mempunyai anak
kandung, baik laki-laki atau perempuan.
b.
Pewaris tidak mempunyai dua
orang anak kandung perempuan.
c.
Dua cucu putri tersebut tidak
mempunyai saudara laki-laki.
3. Dua
orang saudara kandung perempuan atau lebih.
Dua saudara kandung perempuan
(atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga dengaan persyaratan sebagai
berikut:
a. Bila
pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki maupun perempuan), juga tidak
mempunyai ayah atau kakek.
b. Dua
saudara kandung perempuan (atau lebih) itu tidakk mempunyai saudara laki-laki
sebagai 'ashabah.
c. Pewaris
tidak mempunyai anak perempuan, atau cucu perempuan dari keturunan anak
laki-laki. Dalilnya ialah firman Allah:
"... tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua per tiga dari harta yangg
ditinggalkan oleh yang meninggal ..." (an-Nisa': 176)
4. Dua
orang saudara perempuan seayah atau lebih.
Dua saudara perempuan seayah
(atau lebih) akan mendapatt bagian dua per tiga dengaan syarat sebagai berikut:
a. Bila
pewaris tidak mempunyai anak, ayah, atau kakek.
b. Kedua
saudara perempuan seayah itu tidak mempunyai saudara laki-laki seayah.
c. Pewaris
tidak mempunyai anak perempuan atau cucu perempuan dari keturunan anak
laki-laki, atau saudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan).[15]
e) Ashhabul
furudh yang Berhak Mendapat Bagian Sepertiga
Adapun
ashhabul furudh yangg berhak mendapatkan warisan sepertiga bagian hanya dua,
yaitu ibu dan dua saudara (baik laki-laki ataupun perempuan) yangg seibu.
Seorang ibu berhak mendapattkan bagian sepertiga dengaan syarat:
1) Pewaris
tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki.
2) Pewaris
tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih (laki-laki maupun perempuan), baik
saudara itu sekandung atau seayah ataupun seibu. Dalilnya ialah firman Allah:
"dan
jika orang yangg meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh
ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapatt sepertiga" (an-Nisa': 11)
f) Asbhabul
Furudh yang Mendapat Bagian Seperenam
Adapun
asbhabul furudh yangg berhak mendapat bagian seperenam (1/6) ada tujuh orang.
Mereka ialah (1) ayah, (2) kakek asli (bapak dari ayah), (3) ibu, (4) cucu
perempuan keturunan anak laki-laki, (5) saudara perempuan seayah, (6) nenek
asli, (7) saudara laki-laki dan perempuan seibu.[16]
E. Mencari Asal Masalah
Setelah mengetahui bagian masing-masing ashabul
furudh (ahli waris), langkah berikutnya adalah menentukan asal masalah
(KPK, yaitu kelipatan terkecil dari bilangan wajib atau bagian masing-masing
ahli waris yang ada), yaitu
mencari angka kelipatan persekutuan terkecil yang dapat dibagi oleh masing-masing
angka penyebut dari bagian ahli waris. Misalnya, bagian ahli waris angka asal masalahnya adalah 12, karena
dapat dibagi 2, 3 dan 4. Begitu juga bila bagian yang mereka terima, maka angka
asal masalahnya adalah 24.
Ada beberapa istilah yang membantu dalam mencari asal masalah. Seperti:
1.
Tamasul atau mumatsalah,[17]
Seperti 2 saudara perempuan sekandung dan saudara seibu. Angka asal
masalahnya adalah 3.
2.
Tadakhul atau mudakhalah,[18]
Seperti ahli waris istri dan anak perempuan. Asal masalahnya adalah
8.
3. Tawaquf atau muwafaqah,[19] Misalnya, ahli waris
istri, dan ibu dan anak perempuan. Antara angka 8 dan 6 adalah angka
muwafaqah Angka asal masalahnya adalah mengalikan angka penyebut yang
satu dengn hasil bagi angka penyebut yang lain. 8 x (6:2) = 24 atau
6 x (8:2) = 24.
4. Tabayun atau mubayanah,[20] Seperti ahli waris
suami dan ibu . Maka angka asal masalahnya adalah 2x3 = 6.[21]
F. Cara Menghitung Bagian Ashabul
Furudh
Pada subbab ini, kami hanya menjabarkan beberapa
contoh mengenai cara perhitungan ashabul furudh beserta penyelesaiannya, adalah
sebagai berikut:
1.
Ahli waris terdiri dari seorang anak perempuan,
suami, 3 saudara perempuan sekandung. Berapa bagian masing-masing ahli
waris ?
No.
|
Ahli Waris
|
Keterangan
|
Bagian-bagiannya
|
Bagian Ahli Waris
|
|
AM = 4
|
Hasil dikali dengan harta warisan
|
||||
1.
|
Seorang anak perempuan
|
Karena menjadi anak tunggal
|
2
|
||
2.
|
Suami
|
Karena ada anak
|
1
|
||
3.
|
3 saudara perempuan
|
Karena ada anak perempuan
|
AMG
|
Sisa
|
Keterangan:
AMG = Ashabah Ma’al Ghair
AM = Asal
Masalah
2.
Seorang meninggal ahli warisnya terdiri dari: 4
anak perempuan, ibu dan ayah. Harta warisannya Rp. 12.000.000,-.[22] Bagian
masing-masing:
No.
|
Ahli Waris
|
Bagian-bagiannya
|
Bagian Ahli Waris
|
Bagian Ahli Waris
|
|
AM = 6
|
Hasil dikali dengan harta warisan
|
||||
1.
|
4 anak perempuan
|
6
|
x 12.000.000,-
|
8.000.000,-
|
|
2.
|
Ibu
|
1
|
x 12.000.000,-
|
2.000.000,-
|
|
3.
|
Ayah
|
1
|
x 12.000.000,-
|
2.000.000,-
|
Keterangan:
Bagian anak perempuan masing-masing Rp. 8.000.000,- :4 = Rp. 2.000.000,-, Ayah
hanya menerima saja Rp. 2.000.000,- karena tidak ada sisa.
3.
Seseorang meninggal dunia, harta warisan yang
ditinggalkan sejumlah Rp. 12.000.000,- Ahli warisnya terdiri dari: suami, anak
perempuan, cucu perempuan garis laki-laki dan saudara perempuan sekandung.
Bagian masing-masing adalah:
No.
|
Ahli Waris
|
Bagian-bagiannya
|
Bagian Ahli Waris
|
Bagian Ahli Waris
|
|
AM = 12
|
Hasil dikali dengan harta warisan
|
||||
1.
|
Suami
|
3
|
x 12.000.000
|
3.000.000
|
|
2.
|
Anak Perempuan
|
6
|
x 12.000.000
|
6.000.000
|
|
3.
|
Cucu Perempuan garis laki-laki
|
2
|
x 12.000.000
|
2.000.000
|
|
4.
|
Saudara Perempuan Kandung
|
‘as
|
1
|
x 12.000.000
|
1.000.000
|
G. PENUTUP
a.
Kesimpulan
Ashabul Furudh adalah orang-orang yang berhak menerima waris
yang sudah ditentukan bagian-bagiannya menurut ketentuan syara’. Ashabul
Furudh terbagi menjadi 2 macam, yaitu Ashabul Furudh
Sababiyah (karena hubungan pernikahan: suami dan istri) dan Ashabul
Furudh Nasabiyyah (karena hubungan nasab atau keturunan: anak
perempuan, cucu perempuan, ibu, bapak, nenek, kakek, saudara perempuan
sekandung, saudara perempuan seayah dan saudara perempuan/ laki-laki seibu).
Dasar hukum ashabul furudh sudah
jelas termaktub dalam Al-Qur’an, diantaranya ialah surat An-nisaa ayat 11, 12,
dan 176. Bagian ahli waris masing-masing ialah (suami, seorang anak
perempuan, seorang cucu perempuan, seorang saudara perempuan sekandung, dan
seorang saudara perempuan seayah), (ibu dan saudara laki-laki/
perempuan seibu 2 orang atau lebih), (2 anak perempuan/ lebih, 2
cucu perempuan/ lebih, 2 saudara perempuan sekandung/ lebih, 2 saudara
perempuan seayah/ lebih), (ibu, ayah, nenek, kakek, cucu perempuan,
saudara perempuan seayah, seorang saudara perempuan/ laki-laki
seibu), (suami dan istri), (istri), dengan syaratnya
masing-masing.
Cara mencari asal masalah (KPK) yaitu mencari
angka kelipatan persekutuan terkecil yang dapat dibagi oleh masing-masing
angka penyebut dari bagian ahli waris. Dan cara menghitung bagian ashabul
furudh ialah dengan cara mencari asal masalah (KPK) terlebih dahulu,
kemudian kita kalikan dengan bagian ahli waris masing-masing dan langkah
terakhirnya ialah mengalikan dengan harta warisan.
b.
Kritik dan Saran
Persoalan waris sungguh menjadi salah satu hal yang
krusial dan sensitif dalam sebuah keluarga, apalagi yang berkaitan dengan
harta. Hukum waris yang merupakan tuntunan dari Allah SWT yang tercantum dalam
Al-Qur’an dan dijelaskan dalam sunnah Rasulullah SAW., diharapkan agar menjadi
tuntunan bagi umat-Nya. Maka hukum waris haruslah dipahami dan diaplikasikan
dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pembagian
hak yang semestinya diperuntukkan untuk ahli waris, terlebih kepada ahli waris
terdekat dari si mayit.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Khairil, Pedoman dan Materi
Paktek, Jl. G. Obos Komplek Islamic Centre
STAIN Palangka Raya Press, 2009.
Az-zuhaili Wahbah, Fiqih Islam Wa adilatuhu, Jakarta: Gema
Insani, 2011.
Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu
Waris, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
Komite Fakultas Syariah Universitas
Al-Azhar, Hukum Waris, cet. I, Jakarta: Senayan
Abadi Publishing, 2004.
Rofiq
Ahmad, Fiqh Mawaris, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998.
Surmadi Ahmad Sukris, Transidensi
keadilan hukum waris islam trans formatif, jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Syarifuddin Amir, Hukum Waris Islam, Jakarta: Kencana, 2008.
[3] Ahmad sukris
surmadi, Transidensi keadilan hukum waris
islam trans formatif (jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997) h. 1
[5] Komite Fakultas Syariah Universitas
Al-Azhar, Hukum Waris, cet. I, (Jakarta: Senayan Abadi
Publishing, 2004) h. 106
[6] Tirkah adalah apa yang ditinggalkan mayit dari apa
yang dimiliki berupa uang, benda, dan hak. Tidak masuk dalam tirkah titipan,
kepercayaan, dan sebagainya yang tidak dimilikinya. (Lihat: Wahbah Zuhaili
dalam bukunya Fiqih Islam Wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie, dkk.)
[16] Khairil Anwar, Pedoman
dan Materi Paktek, (Komplek
Islamic Centre STAIN: Palangka Raya Press, 2009). h. 112
[17] Yaitu apabila angka penyebut
masing-masing bagian sama besarnya. Maka angka asal masalahnya adalah mengambil
angka tersebut
[18] Yaitu apabila penyebut pada bagian ahli
waris, yang satu bisa dibagi dengan penyebut yang lain. Angka asal masalahnya
mengambil penyebut yang besar.
[19] Yaitu apabila angka penyebut pada bagian
terkecil tidak dapat membagi angka penyebut yang besar, tetapi masing-masing
angka penyebut dapat dibagi oleh angka yang sama.
[20] Yaitu apabila angka penyebut dalam
bagian ahli waris masing-masing tidak sama, yang satu tidak bisa membagi angka
penyebut yang lain, dan masing-masing tidak bisa dibagi oleh satu angka yang
sama. Maka angka asal masalahnya adalah dengan mengalikan angka penyebut
masing-masing.
No comments:
Post a Comment