Monday, November 5, 2018

ASHABUL FURUDH, HUKUM DAN MACAM-MACAMNYA

Oleh:
Muhammad Nur Muzakki

Abstrak
Islam telah mengatur kepada umatnya, terkait pembagian-pembagian warisan dengan berdasar kepada Alqur’an dan Hadis (hadits), maka umatnya dituntut untuk terus belajar dan terus memahami ilmu faraidh, agar dapat selalu mengaplikasikan di dalam kehidupan, hal tersebut dengan mencakup tiga unsur penting di dalamnya, yaitu pengetahuan tentang kerabat yang menjadi ahli waris, pengetahuan tentang bagian setiap ahli waris, dan pengetahuan tentang cara menghitung yang dapat berhubungan dengan pembagian harta warisan.
Berdasar kepada nas (nash) Alqur’an, maka pembagian tersebut telah ditentukan bagiannya, yaitu separuh (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/4). Dalam kondisi tertentu, seorang atau beberapa orang ahli waris bisa terhalang untuk mendapatkan warisan, atau haknya atas harta waris berkurang.
Adapun Ashaabul Furudh terbagi menjadi dua macam, yaitu: Ashabul Furudh Sababiyah, dan Ashabul Furudh Nasabiyyah.
Adapun juga Hukum ashabul ialah ayat-ayat al-quran antara lain: surat an-nisa ayat 11-12.
Ashhabul furudh yang berhak menerima setengah dari harta waris peninggalan waris ada lima, satu golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashhabul furudh ialah suami, anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan seayah
Untuk memudahkan dalam penyusunan makalah ini, penulis membuat suatu rumusan masalah yang akan diangkat sebagai topik pembahasan. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini, adalah: ashabul furudh, macam-macam ashabul furudh, dasar hukum ashabul furudh, bagian masing-masing ashabul furudh, terkait contoh permasalahan yaitu mencari asal masalah, menghitung bagian ashabul furudh.
Agar lebih memahami ilmu faraidh, dalam makalah ini penulis bertujuan untuk menjelaskan pengertian ashabul furudh, macam-macam ashabul furudh, dasar hukum ashabul furudh, bagian masing-masing ashabul furudh, terkait contoh permasalahan yaitu mencari asal masalah, menghitung bagian ashabul furudh.

Kata kunci: ashabul furudh, dasar hukum, bagian.


A.    Pendahuluan
Dalam literatur hukum islam ditemukan beberapa istilah untuk menamakan hukum kewarisan islam, seperti faraidh, fikih mawaris, dan hukm al-waris. Kata yang lazim faraidh, kata ini digunakan oleh an-nawawi dalam kitab fiqih minhaj at-thalibin, oleh al-mahally dalam komentarnya atas matan minhaj, disebutkan alasan penggunaannya dikarenakan lebih banyak terdapat bagian yang ditentukan, oleh hukum itu, hukum ini dinamakan faraidh.[1]
Di indonesia penyebutan fiqih mawaris disebut juga hukum kewarisan islam, hukum warisan, hukum kewarisan, dan hukum waris, yang sebenarnya terjemahan bebas dari kata mawaris. Bedanya, fiqih mawaris menunjukan identitas hukum waris islam, sementara hukum warisan mempunyai konotasi umum, bisa mencakup hukum waris adat atau hukum waris yang diatur dalam kitab undang-undang hukum perdata.[2]
Dikalangan umat islam apabila terjadi kematian, yang mati itu meninggalkan harta, maka peralihan hartanya harus merujuk pada ajaran agama, karena al-quran sudah menjelaskan secara eksplisit tentang pembagian warisan melalui pendekatan matematis, yang menggunakan angka pecahan. Meski al-quran sudah menjelaskan secara terperinci tentang bagian masing-mading ahli waris, namun tidak semua umat islam mengetahuinya secara baik.[3]
Bila kematian yang menimbulkan kewarisan itu terjadi didalam suatu keluarga, dan diantara keluarga ada yang mengetahui cara pembagiannya maka keluarga itu mengurus sendiri harta peningalanna, sesuai dengan ajaran agama. Tetapi kalau tidak ada, boleh meminta petunjuk kepada orang yang faham tentang pembagian, sesuai dalam al-quran. Maka kalau sudah menerima pembagian sesuai ajaran al-quran. Maka kalau sudah menerima bagian masing-masing persoalan selesai sudah.[4]
Namun, karena objek ini adalah harta benda, sering timbul ketidak puasan disebagian anggota keluarga, disamping disebabkan oleh ketidak tahuannya dengan ajaran agama, juga disebabkan keserakahan dan rasa egois. Kalau urusannya sudah timbul persengketaan yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan, maka hal ini memerlukan penyelesaian pihak yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan untuk memaksakan keputusannya, inilah yang dinamakan lembaga “qadha” atau peradilan. Dengan demikian lembaga peradilan itu merupakan langkah terakhir dalam penyelesaian urusan kewarisan.




B.     Pengertian Ashabul Furudh
Secara bahasa (etimologi), kata fardh mempunyai beberapa arti yang berbeda yaitu al-qath “ketetapan yang pasti” at-taqdir “ketentuan” dan al-bayan “penjelasan”. Sedangkan menurut istilah (terminologi), fardh ialah bagian dari warisan yang telah ditentukan.[5] Definisi lainnya menyebutkan bahwa fardh ialah bagian yang telah ditentukan secara syar’i untuk ahli waris tertentu. Di dalam Al-Qur’an, kata furudh muqaddarah (yaitu pembagian ahli waris secara fardh yang telah ditentukan jumlahnya) merujuk pada 6 macam pembagian, yaitu separuh (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/4).
Sedangkan pengertian Ashaabul Furudh atau dzawil furudh adalah para ahli waris yang menurut syara’ sudah ditentukan bagian-bagian tertentu mereka mengenai tirkah,[6] atau orang-orang yang berhak menerima waris dengan jumlah yang ditentukan oleh Syar’i.
Para ahli waris Ashaabul Furudh atau dzawil furudh ada tiga belas, empat dari laki-laki yaitu suami, ayah, kakek, saudara laki-laki seibu. Sembilan dari perempuan yaitu nenek atau ibunya ibu dan ibunya bapak, ibu, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seibu, saudara perempuan sebapak, dan isteri.

C.     Macam-macam Ashabul Furudh
Adapun Ashaabul Furudh terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1)      Ashabul Furudh Sababiyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan disebabkan karena hubungan pernikahan.[7] Ashabul Furudh Sababiyah ini terdiri dari: Suami, Isteri dan ولأه (wulah) sebeb membebaskan budak.
2)        Ashabul Furudh Nasabiyyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan disebabkan karena nasab atau keturunan.[8] Ashabul Furudh Nasabiyyah ini terdiri dari: Ayah, Ibu, Anak perempuan, Cucu perempuan dari anak laki-laki, Saudara perempuan sekandung, Saudara perempuan seayah, Saudara laki-laki seibu, Saudara perempuan seibu, Kakek, Nenek atau ibunya ibu dan ibunya ayah.





D.    Dasar Hukum Ashabul Furudh
1)        Seorang yang berhak mendapatkan bagian setengah (1/2) dari harta waris:
وان كانت واحدة فلهاالنصف….
Artinya: “jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo/setengah harta yang ditinggalkan...” (QS. An-nisaa: 11).
وَلَكُمْ نِصْفُ مَاتَرَك أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَم يَكُن لَهُن وَلَد
Artinya:dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak ...” (QS. An-nisaa: 12).[9]
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَللةِ اِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَه وَلَدٌ وَلَه اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَاتَرَكَ
Artinya: “mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah), Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya...” (QS. An-nisaa: 176). 
2)        Seorang yang berhak mendapatkan bagian seperempat (1/4) dari harta waris:
فَاِنْ كَا نَ لَهُنَّ وَلَدُ فَلَكَمَ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ...
Artinya:jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya...” (QS. An-nisaa: 12).
وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّاتَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ...
Artinya:para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak...” (QS. An-nisaa: 12).
3)        Seorang yang berhak mendapatkan bagian seperdelapan (1/8) dari harta waris:
فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌفَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّاتَرَكْتُمْ..
Artinya: “jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan...” (QS. An-nisaa: 12).
4.        Seorang yang berhak mendapatkan bagian duapertiga (2/3) dari harta waris:
فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَامَاتَرَكَ...
Artinya: “jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan...” (QS. An-nisaa: 11).

فَاِنْ كَانَتَا اثَنَتَيْنِ فَلَهُمَاالثُلُثنِ مِمَّا تَرَكَ...
Artinya: “tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan...” (QS. An-nisaa: 176). 
5.        Seorang yang berhak mendapatkan bagian sepertiga (1/3) dari harta waris:
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌوَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ...
Artinya: “jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga...” (QS. An-nisaa: 11).
فَإِنْ كَانُواأَكْثَرَمِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُفِي الثُّلُثِ..
Artinya: “tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu...” (QS. An-nisaa: 12).
6.        Seorang yang berhak mendapatkan bagian seperenam (1/4) dari harta waris:
وَلِاَبَويْهِ لِكُلِّوَاحِدٍمِنْهُمَاالسُّدُسُ مِمَّاتَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَد...
Artinya: “dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak...” (QS. An-nisaa: 11).[10]
وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةًأَوِامْرَأَةٌوَلَهُ أَخٌ أَوْأُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَاالسُّدُس...
Artinya: “jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta...” (QS. An-nisaa: 12).

E.     Bagian Masing-masing Ashabul Furudh
Jumlah bagian yangg telah ditentukan Al-Qur'an ada enam macam, yaitu setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6). Kini mari kita kenali pembagiannya secara rinci, siapa saja ahli waris yangg termasuk ashhabul furudh dengaan bagian yangg berhak ia terima.
a)   Ashhabul Furudh yang Berhak Mendapat Setengah
Ashhabul furudh yangg berhak mendapattkan separo dari harta waris peninggalan pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashabul furudh tersebut ialah suami, anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan seayah. Rinciannya seperti berikut:
1)        Seorang suami berhak untuk mendapattkan separo harta warisan, dengaan syarat apabila pewaris tidak mempunyai keturunan, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, baik anak keturunan itu dari suami tersebut ataupun bukan. Dalilnya ialah firman Allah:
dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak ...” 
2)        Anak perempuan (kandung) mendapat bagian separo harta peninggalan pewaris, dengaan dua syarat:
a.       Pewaris tidak mempunyai anak laki-laki (berarti anak perempuan tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki).
b.      Apabila anak perempuan itu ialah anak tunggal. Dalilnya ialah firman Allah: "dan apabila ia (anak perempuan) hanya seorang, maka ia mendapatt separo harta warisan yangg ada". Bila kedua persyaratan tersebut tidak ada, maka anak perempuan pewaris tidak mendapat bagian setengah.[11]
3)        Cucu perempuan keturunan anak laki-laki akan mendapat bagian separo, dengaan tiga syarat:
a.       Apabila ia tidakk mempunyai saudara laki-laki (yakni cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki).
b.      Apabila hanya seorang (yakni cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki tersebut sebagai cucu tunggal).
c.       Apabila pewaris tidakk mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.
4)        Saudara kandung perempuan akan mendapat bagian separo harta warisan, dengaan tiga syarat:
a.       Ia tidak mempunyai saudara kandung laki-laki.
b.      Ia hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara perempuan).
c.       Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula mempunyai keturunan, baik keturunan laki-laki ataupun keturunan perempuan.[12]
5)        Saudara perempuan seayah akan mendapat bagian separo dari harta warisan peninggalan pewaris, dengaan empat syarat:
a.       Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki.
b.      Apabila ia hanya seorang diri.
c.       Pewaris tidak mempunyai saudara kandung perempuan.
d.      Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakak, dan tidak pula anak, baik anak laki-laki maupun perempuan.

b)     Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperempat
Adapun kerabat pewaris yang berhak mendapat seperempat (1/4) dari harta peninggalannya hanya ada dua, yaitu suami dan istri. Rinciannya sebagai berikut:
1.    Seorang suami berhak mendapatt bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan istrinya dengaan satu syarat, yaitu bila sang istri mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-lakinya, baik anak atau cucu tersebut dari darah dagingnya ataupun dari suami lain (sebelumnya)[13]. Hal ini berdasarkan firman Allah berikut:
"... Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yangg ditinggalkannya” (an-Nisa': 12)
2.    Seorang istri akan mendapatt bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan suaminya dengaan satu syarat, yaitu apabila suami tidak mempunyai anak/cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya ataupun dari rahim istri lainnya. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah berikut:
"... Para istri memperoleh seperempat harta yangg kamu tinggalkan jika kamu tidakk mempunyai anak ..." (an-Nisa': 12)

c)      Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperdelapan
Dari sederetan ashhabul furudh yangg berhak memperoleh bagian seperdelapan (1/8) yaitu istri. Istri, baik seorang maupun lebih akan mendapattkan seperdelapan dari harta peninggalan suaminya, bila suami mempunyai anak atau cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau dari rahim istri yangg lain.[14] Dalilnya ialah firman Allah SWT:
"... Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperolehseperdelapan dari harta yangg kamu tinggalkan sesudah dipenuh, wasiat yangg kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu ..." (an- Nisa': 12)

d)     Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Dua per Tiga
Ahli waris yang berhak mendapatt bagian dua per tiga (2/3) dari harta peninggalan pewaris ada empat, dan semuanya terdiri dari wanita:
1.    Dua anak perempuan (kandung) atau lebih.
Dua anak perempuan (kandung) atau lebih itu tidakk mempunyai saudara laki-laki, yakni anak laki-laki dari pewaris. Dalilnya firman Allah berikut:
"... dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dariii dua, maka bagi mereka dua per tiga dariii harta yangg ditinggalkan ..." (an-Nisa': 11) 
2.    Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.
Dua orang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki akan mendapatkan bagian dua per tiga (2/3), dengaan persyaratan sebagai berikut:
a.         Pewaris tidak mempunyai anak kandung, baik laki-laki atau perempuan.
b.         Pewaris tidak mempunyai dua orang anak kandung perempuan.
c.         Dua cucu putri tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki.
3.    Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih.
Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga dengaan persyaratan sebagai berikut:
a.       Bila pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki maupun perempuan), juga tidak mempunyai ayah atau kakek.
b.      Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) itu tidakk mempunyai saudara laki-laki sebagai 'ashabah.
c.       Pewaris tidak mempunyai anak perempuan, atau cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki. Dalilnya ialah firman Allah:
"... tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua per tiga dari harta yangg ditinggalkan oleh yang meninggal ..." (an-Nisa': 176)
4.    Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.
Dua saudara perempuan seayah (atau lebih) akan mendapatt bagian dua per tiga dengaan syarat sebagai berikut:
a.       Bila pewaris tidak mempunyai anak, ayah, atau kakek.
b.      Kedua saudara perempuan seayah itu tidak mempunyai saudara laki-laki seayah.
c.       Pewaris tidak mempunyai anak perempuan atau cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, atau saudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan).[15]

e)    Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Sepertiga
Adapun ashhabul furudh yangg berhak mendapatkan warisan sepertiga bagian hanya dua, yaitu ibu dan dua saudara (baik laki-laki ataupun perempuan) yangg seibu. Seorang ibu berhak mendapattkan bagian sepertiga dengaan syarat:
1)      Pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki.
2)      Pewaris tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih (laki-laki maupun perempuan), baik saudara itu sekandung atau seayah ataupun seibu. Dalilnya ialah firman Allah:
"dan jika orang yangg meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapatt sepertiga" (an-Nisa': 11)

f)       Asbhabul Furudh yang Mendapat Bagian Seperenam
Adapun asbhabul furudh yangg berhak mendapat bagian seperenam (1/6) ada tujuh orang. Mereka ialah (1) ayah, (2) kakek asli (bapak dari ayah), (3) ibu, (4) cucu perempuan keturunan anak laki-laki, (5) saudara perempuan seayah, (6) nenek asli, (7) saudara laki-laki dan perempuan seibu.[16]

E.     Mencari Asal Masalah
Setelah mengetahui bagian masing-masing ashabul furudh (ahli waris), langkah berikutnya adalah menentukan asal masalah (KPK, yaitu kelipatan terkecil dari bilangan wajib atau bagian masing-masing ahli waris yang ada), yaitu mencari angka kelipatan persekutuan terkecil yang dapat dibagi oleh masing-masing angka penyebut dari bagian ahli waris. Misalnya, bagian ahli waris angka asal masalahnya adalah 12, karena dapat dibagi 2, 3 dan 4. Begitu juga bila bagian yang mereka terima, maka angka asal masalahnya adalah 24.
Ada beberapa istilah yang membantu dalam mencari asal masalah. Seperti:
1.        Tamasul atau mumatsalah,[17] Seperti 2 saudara perempuan sekandung dan saudara seibu. Angka asal masalahnya adalah 3.
2.        Tadakhul atau mudakhalah,[18] Seperti ahli waris istri  dan anak perempuan. Asal masalahnya adalah 8.
3.      Tawaquf atau muwafaqah,[19] Misalnya, ahli waris istri, dan ibu  dan anak perempuan. Antara angka 8 dan 6 adalah angka muwafaqah Angka asal masalahnya adalah mengalikan angka penyebut yang satu dengn hasil bagi angka penyebut yang lain. 8 x (6:2) = 24 atau 6 x (8:2) = 24.
4.      Tabayun atau mubayanah,[20] Seperti ahli waris suami  dan ibu . Maka angka asal masalahnya adalah 2x3 = 6.[21]

F.     Cara Menghitung Bagian Ashabul Furudh
Pada subbab ini, kami hanya menjabarkan beberapa contoh mengenai cara perhitungan ashabul furudh beserta penyelesaiannya, adalah sebagai berikut:
1.      Ahli waris terdiri dari seorang anak perempuan, suami, 3 saudara perempuan sekandung. Berapa bagian masing-masing ahli waris ?
No.
Ahli Waris
Keterangan
Bagian-bagiannya
Bagian Ahli Waris
AM = 4
Hasil dikali dengan harta warisan
1.
Seorang anak perempuan
Karena menjadi anak tunggal
2
2.
Suami
Karena ada anak
1
3.
3 saudara perempuan
Karena ada anak perempuan
 AMG
Sisa
Keterangan: AMG = Ashabah Ma’al Ghair
AM = Asal Masalah
2.      Seorang meninggal ahli warisnya terdiri dari: 4 anak perempuan, ibu dan ayah. Harta warisannya Rp. 12.000.000,-.[22] Bagian masing-masing:
No.
Ahli Waris
Bagian-bagiannya
Bagian Ahli Waris
Bagian Ahli Waris
AM = 6
Hasil dikali dengan harta warisan
1.
4 anak perempuan
6
 x 12.000.000,-
8.000.000,-
2.
Ibu
1
 x 12.000.000,-
2.000.000,-
3.
Ayah

1
 x 12.000.000,-
2.000.000,-
Keterangan: Bagian anak perempuan masing-masing Rp. 8.000.000,- :4 = Rp. 2.000.000,-, Ayah hanya menerima  saja Rp. 2.000.000,- karena tidak ada sisa.
3.      Seseorang meninggal dunia, harta warisan yang ditinggalkan sejumlah Rp. 12.000.000,- Ahli warisnya terdiri dari: suami, anak perempuan, cucu perempuan garis laki-laki dan saudara perempuan sekandung. Bagian masing-masing adalah:
No.
Ahli Waris
Bagian-bagiannya
Bagian Ahli Waris
Bagian Ahli Waris
AM = 12
Hasil dikali dengan harta warisan
1.
Suami
3
 x 12.000.000
3.000.000
2.
Anak Perempuan
6
 x 12.000.000
6.000.000
3.
Cucu Perempuan garis laki-laki
2
 x 12.000.000
2.000.000
4.
Saudara Perempuan Kandung
‘as
1
 x 12.000.000
1.000.000









G.    PENUTUP
a.        Kesimpulan
Ashabul Furudh adalah orang-orang yang berhak menerima waris yang sudah ditentukan bagian-bagiannya menurut ketentuan syara’. Ashabul Furudh terbagi menjadi 2 macam, yaitu Ashabul Furudh Sababiyah (karena hubungan pernikahan: suami dan istri) dan Ashabul Furudh Nasabiyyah (karena hubungan nasab atau keturunan: anak perempuan, cucu perempuan, ibu, bapak, nenek, kakek, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah dan saudara perempuan/ laki-laki seibu).
Dasar hukum ashabul furudh sudah jelas termaktub dalam Al-Qur’an, diantaranya ialah surat An-nisaa ayat 11, 12, dan 176. Bagian ahli waris masing-masing ialah  (suami, seorang anak perempuan, seorang cucu perempuan, seorang saudara perempuan sekandung, dan seorang saudara perempuan seayah),  (ibu dan saudara laki-laki/ perempuan seibu 2 orang atau lebih),  (2 anak perempuan/ lebih, 2 cucu perempuan/ lebih, 2 saudara perempuan sekandung/ lebih, 2 saudara perempuan seayah/ lebih), (ibu, ayah, nenek, kakek, cucu perempuan, saudara perempuan seayah, seorang saudara perempuan/ laki-laki seibu),  (suami dan istri),  (istri), dengan syaratnya masing-masing.
Cara mencari asal masalah (KPK) yaitu mencari angka kelipatan persekutuan terkecil yang dapat dibagi oleh masing-masing angka penyebut dari bagian ahli waris. Dan cara menghitung bagian ashabul furudh ialah dengan cara mencari asal masalah (KPK) terlebih dahulu, kemudian kita kalikan dengan bagian ahli waris masing-masing dan langkah terakhirnya ialah mengalikan dengan harta warisan.

b.        Kritik dan Saran
Persoalan waris sungguh menjadi salah satu hal yang krusial dan sensitif dalam sebuah keluarga, apalagi yang berkaitan dengan harta. Hukum waris yang merupakan tuntunan dari Allah SWT yang tercantum dalam Al-Qur’an dan dijelaskan dalam sunnah Rasulullah SAW., diharapkan agar menjadi tuntunan bagi umat-Nya. Maka hukum waris haruslah dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pembagian hak yang semestinya diperuntukkan untuk ahli waris, terlebih kepada ahli waris terdekat dari si mayit.









DAFTAR PUSTAKA
Anwar KhairilPedoman dan Materi Paktek, Jl. G. Obos Komplek Islamic Centre STAIN Palangka Raya Press, 2009.
Az-zuhaili WahbahFiqih Islam Wa adilatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Wariscet. I, Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004.
Rofiq Ahmad, Fiqh Mawaris, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998.
Surmadi Ahmad Sukris, Transidensi keadilan hukum waris islam trans formatif, jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Syarifuddin AmirHukum Waris Islam, Jakarta: Kencana, 2008.



[1] Amir syarifuddin, hukum kewarisan islam, (jakarta: prenada media, 2005) h. 5
[2] Ahmad rofiq, fiqh mawaris, (jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001) h. 4
[3] Ahmad sukris surmadi, Transidensi keadilan hukum waris islam trans formatif (jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997) h. 1
[4] Amir syarifuddin, hukum kewarisan islam, h. 322
[5] Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, cet. I, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004) h. 106
[6] Tirkah adalah apa yang ditinggalkan mayit dari apa yang dimiliki berupa uang, benda, dan hak. Tidak masuk dalam tirkah titipan, kepercayaan, dan sebagainya yang tidak dimilikinya. (Lihat: Wahbah Zuhaili dalam bukunya Fiqih Islam Wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie, dkk.)
[7] Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris, cet. I, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) h. 19
[8] Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris, h. 20
[9] Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa adilatuhu, cet. I, (Jakarta: Gema Insani, 2011) h. 378-379.
[10] Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa adilatuhu,,, h. 380-389.
[11] Amir syarifuddin, hukum kewarisan islam, h. 334
[12] Amir syarifuddin, hukum kewarisan islam, h. 335
[13] Amir syarifuddin, hukum kewarisan islam, h. 338
[14] Amir syarifuddin, hukum kewarisan islam, h. 343
[15] Amir syarifuddin, hukum kewarisan islam, h. 350
[16] Khairil AnwarPedoman dan Materi Paktek, (Komplek Islamic Centre STAIN: Palangka Raya Press, 2009). h. 112
[17] Yaitu apabila angka penyebut masing-masing bagian sama besarnya. Maka angka asal masalahnya adalah mengambil angka tersebut
[18] Yaitu apabila penyebut pada bagian ahli waris, yang satu bisa dibagi dengan penyebut yang lain. Angka asal masalahnya mengambil penyebut yang besar.
[19] Yaitu apabila angka penyebut pada bagian terkecil tidak dapat membagi angka penyebut yang besar, tetapi masing-masing angka penyebut dapat dibagi oleh angka yang sama.
[20] Yaitu apabila angka penyebut dalam bagian ahli waris masing-masing tidak sama, yang satu tidak bisa membagi angka penyebut yang lain, dan masing-masing tidak bisa dibagi oleh satu angka yang sama. Maka angka asal masalahnya adalah dengan mengalikan angka penyebut masing-masing.
[21] Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris..., h. 28.
[22] Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris,,, h. 84.

No comments:

Post a Comment

Definisi Hukum Acara Pidana

MAKALAH DEFINISI HUKUM ACARA PIDANA Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Pidana Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah (HES) Di Se...