Monday, November 5, 2018

PERBEDAAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL

Oleh:
Muhammad Nur Muzakki

Abstrak
Makalah ini membahas tentang perbedaan bank syariah dan bank konvesional. Bank konvesional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank syariah adalah bank atau tempat penyimpanan dana yang sesuai dengan hukum-hukum dan landasan ajaran islam. Bank ini banyak memberikan manfaat dan kemudahan bagi masyarakat, khususnya muslim.

A.    Latar Belakang
Bank Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu Bank Syariah dan Bank Konvensional. Menurut UU RI No. 7 Tahun 1992 Bab I Pasal 1 Ayat 1, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Bank Konvensional adalah Bank yang mekanisme operasinya berdasarkan sistem yang disepakati bersama dalam suatu pertemuan atau kesepakatan. Namun secara realita, sistem perbankan yang menggunakan bunga ini tidak pernah disepakati bersama dalam suatu konvensi apapun. Hal inilah yang kemudian menyebabkan bunga yang diambil oleh Bank Konvensional menjadi riba. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiyaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan Syariah.
Terlepas dari penjelasan tentang Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional diatas, pada makalah ini penulis merumuskan makalah ini dalam beberapa hal, yaitu; (1) Bagaimana Akad dan Aspek Legalitas?; (2) Bagaimana Lembaga Penyelesaian Sengketa?; (3) Bagaimana Struktur Organisasi Bank Syariah?; (4) Apa Saja Usaha yang Dibiayai?; (5) Bagaimana Perbandingan Bank Syariah dan Bank Konvensional?.Oleh sebab itu, Tujuan dari makalah ini adalah ; (1) Mengetahui Akad dan Aspek Legalitas?; (2) Mengetahui Lembaga Penyelesaian Sengketa?; (3) Mengetahui Struktur Organisasi Bank Syariah?; (4) Mengetahui Usaha yang Dibiayai?; (5) Mengetahui Perbandingan Bank Syariah dan Bank Konvensional?

B.     Akad Dan Aspek Legalitas
Akat yang di lakukan dalam bank syariah memiliki konsenkuensi duniawi dan ukhrawi karena akadyang di lakukan berdasarkan hukum islam. Seringkali nasaba melanggar kesepakatan atau perjanjian yang telah di lakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka. Tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti.[1]
Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad,[2] seperti hal-hal berikut.
1.      Rukun
Seperti: penjual, pembeli, barang, harga, akad/ ijab Qabul.
2.      Syarat
Seperti syarat berikut:
- barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah.
- harga barang dan jasa harus jelas.
- tempat penyerahan (Delivery) harus jelas karna akan berdampak pada biaya transportasi.
- barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.[3]


C.    Lembaga Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabah pada perbankan syariah berbeda dengan perbankan Konvensional. Kedua belah pihak pada perbankan syariah tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah.[4]
Lembaga yang mengatur hukum materi dana tau berdasarkan prinsip syariah di indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secera bersama oleh kejaksaan agung RI dan MUI.

D.    Struktur Organisasi Bank Syariah
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya DPS yang berfungsi mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya diletakan pada posisi setingkat dewan komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas setiap opini yang diberikan oleh DPS. Oleh karena itu, biasanya penetapan anggota DPS dilakukan oleh rapat umum pemegang saham setelah para anggota DPS itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN). [5]


1.      Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Peran utama para ulama dalam DPS adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika di banding bank konvensional. karena itu, di perlukan garis panduan yang mengaturnya. Garis panduan ini  di susun oleh DSN.
Dewan pengawas syariah harus membuat peryataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa bank yang di awasinnya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Peryataan ini dimuat dalam laporan tahunan bank bersangkutan.
Tugas lain bank DPS adalah menelitih dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, DPS bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh DSN.
2.      Dewan Syariah Nasional (DSN)
Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah ditanah air, berkembang pulalah jumlah DPS yang berada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyaknya dan beragamnya DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah adalah suatu hal yang harus disyukuri, tetapi juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan hal itu ridak mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI sebagai paying dari lembaga dan organisasi keislaman di Tanah Air, menganggap perlu dibentuknya satu dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk didalamnya bank syariah. Lembaga ini kelak kemudian dikenal dengan DSN.
Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomondasi kakarnya Reksadana Syariah pada bulan juli tahun yang sama. Lembaga ini merupaka lembaga otonom di bawah MUI dipimpin oleh ketua umum MUI dan Sekretaris (ex-officion). Kegiatan sehari-hari DSN dijalankan oleh Badan pelaksana Harian dengan seorang ketua dan sekretaris serta beberapa anggota.
Fungsi utama DSN adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai denagan syariah islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah. Tetapi juga lembaga-lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventual, dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, DSN membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam.Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi DSN pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk-produknya.
Fungsi lain dari Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang diekembangkan oleh lembaga keungan syariah. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Syariah pada lembaga yang bersangkutan.
Selain itu, Dewan Syariah Nasioanal dapat memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan Syariah.
Dewan Syariah Nasional dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika Dewan Syariah Nasional telah menerima laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut.
Jika lembaga keungan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan. Dewan Syariah Nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Dapertemen Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakannya yang tidak sesuai syariah.[6]
E.     Bisnis dan Usaha yang Dibiayai
Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan.
Dalam perbankan syariah suatu pembiayan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya sebagai berikut.
1.      Apakah objek pembiyaan halal atau haram?
2.      Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?
3.      Apakah proyek berkaitan degan perbuatan mesum/ asusila?
4.      Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?
5.      Apakah usaha itu berkaitandegan idustri senjata yang illegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuhan massal?
6.      Apakah proyek dapat merugikan syiar islam, baik secara langsung maupun tidak langsung?

















F.     Perbandingan Antara Bak Syariah dan Bank Konvensional
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional disajikan dalam tabel berikut.

              BANK ISLAM
          BANK KONVESIONAL
1.      Melakukan inventasi-invenstansi yang halal saja.
2.      Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual-beli, sewa.
3.      Profit dan falah oriented.
4.      Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.
5.      Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa dewan pengawas syariah
6.      Akad syariah
7.      Islami
Investasi yang halal dan haram

Memakai perangkat bunga.

Profit oriented
Hubungan  dengan nasabah bentuk hubungan debitor-debitor tidak terdapat dewan sejenis



Akad konvensional
Non islami





                                         






G.    Kesimpulan
Bank syariah ini dari hulu sampai hilir,  dana yang mengalir sama sekalih tidak pernah tercampur atau tersentuh dengan lembaga atau pihak yang mengandung unsur yang tidak halal  (dalam hal ini adalah unsur riba). Bank mendapatkan dana dari bank sentral yang hanya mengelolah dana bank sentral syariah tersendiri ( bank sentral yang hanya menangani bank-bank syariah juga) atau di negara yang semua banknya menganut sistem syariah sehingga tidak ada percampuran dana dengan bank konvesional.
Bank syariah tingkatan ini bergerak dengan sistem syariah dan berdiri. Ini berarti bank ini bukan merupakan bagian dari bank lain yang menganut sistem konvensional. Kalau di indonesia, dikenal dengan Bank Umum Syariah (BUS). Dalam perkembangannya jumlah BUS mengalami peningkatan.
Bank yang bergerak dengan sistem syariah, namun masih merupakan anak perusahaan dari bank konvensional  lain, dan secara perdanaan masih bercampur dengan bank induknya. Bank ini lebih dikenal dengan Unit Usaha Syariah ( UUS ). Hal yang perlu disikapi oleh kita dalamhal ini adalah sekalipun bank ini menggunakan sistem syariah, sebenarnya hanya merupakan merupakan salah satu divisi saja dalam bank konvesional.
Bank syariah level ini biasa disebut juga sebagai bank gadungan karena hanya menggunakan nama syariah saja, namun dalam praktik oprasionalnya menerapkan sistem bunga ( Riba ).









Daftar Pustaka
Rahman, Afzalur. Economic Doctrines of Islam, Lahore: Islamic Publication, 1990.
Machmud, Amir. Bank Syariah. Jakarta: Erlangga, 2010.
Antonio, Muhammad Syafi’I.  Islamic Banking Bank Syariah. Jakarta: Gema Insani, 2001.
Bank Indonesia, Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah. Jakarta, Bank Indonesia, 1999.



[1]Afzalur Rahman, Economic Doctrines of Islam, (Lahore: Islamic Publication, 1990), hal. 19.
[2]Amir Machmud, Bank Syariah, (Jakarta: Erlangga, 2010), hal. 11.
[3]Muhammad Syafi’I Antonio, Islamic Banking Bank Syariah, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal. 30.
[4]Amir Machmud, Bank Syariah, hal. 11.
[5]Amir Machmud, Bank Syariah, hal. 11.
[6] Bank Indonesia, Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah, (Jakarta, Bank Indonesia, 1999), hal. 21.

No comments:

Post a Comment

Definisi Hukum Acara Pidana

MAKALAH DEFINISI HUKUM ACARA PIDANA Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Pidana Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah (HES) Di Se...