Oleh:
Muhammad Nur Muzakki
Abstrak
Makalah ini membahas
tentang perbedaan bank syariah dan bank konvesional. Bank konvesional adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank syariah adalah
bank atau tempat penyimpanan dana yang sesuai dengan hukum-hukum dan landasan
ajaran islam. Bank ini banyak memberikan manfaat dan kemudahan bagi masyarakat,
khususnya muslim.
A.
Latar Belakang
Bank Indonesia terbagi
menjadi dua, yaitu Bank Syariah dan Bank Konvensional. Menurut UU RI No. 7
Tahun 1992 Bab I Pasal 1 Ayat 1, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Bank Konvensional
adalah Bank yang mekanisme operasinya berdasarkan sistem yang disepakati
bersama dalam suatu pertemuan atau kesepakatan. Namun secara realita, sistem
perbankan yang menggunakan bunga ini tidak pernah disepakati bersama dalam
suatu konvensi apapun. Hal inilah yang kemudian menyebabkan bunga yang diambil
oleh Bank Konvensional menjadi riba. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau
pembiyaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan Syariah.
Terlepas dari
penjelasan tentang Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional diatas, pada
makalah ini penulis merumuskan makalah ini dalam beberapa hal, yaitu; (1)
Bagaimana Akad dan Aspek Legalitas?; (2) Bagaimana Lembaga Penyelesaian
Sengketa?; (3) Bagaimana Struktur Organisasi Bank Syariah?; (4) Apa Saja Usaha
yang Dibiayai?; (5) Bagaimana Perbandingan Bank Syariah dan Bank
Konvensional?.Oleh sebab itu, Tujuan dari makalah ini adalah ; (1) Mengetahui
Akad dan Aspek Legalitas?; (2) Mengetahui Lembaga Penyelesaian Sengketa?; (3)
Mengetahui Struktur Organisasi Bank Syariah?; (4) Mengetahui Usaha yang
Dibiayai?; (5) Mengetahui Perbandingan Bank Syariah dan Bank Konvensional?
B.
Akad Dan Aspek Legalitas
Akat yang di
lakukan dalam bank syariah memiliki konsenkuensi duniawi dan ukhrawi karena
akadyang di lakukan berdasarkan hukum islam. Seringkali nasaba melanggar
kesepakatan atau perjanjian yang telah di lakukan bila hukum itu hanya
berdasarkan hukum positif belaka. Tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut
memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti.[1]
Setiap akad dalam
perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan
lainnya, harus memenuhi ketentuan akad,[2]
seperti hal-hal berikut.
1. Rukun
Seperti: penjual, pembeli, barang, harga, akad/ ijab Qabul.
2. Syarat
Seperti syarat berikut:
- barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa
yang haram menjadi batal demi hukum syariah.
- harga barang dan jasa harus jelas.
- tempat penyerahan (Delivery) harus jelas karna akan berdampak pada
biaya transportasi.
- barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak
boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi
pada transaksi short sale dalam pasar modal.[3]
C.
Lembaga Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian
perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabah pada perbankan syariah
berbeda dengan perbankan Konvensional. Kedua belah pihak pada perbankan syariah
tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata
cara dan hukum materi syariah.[4]
Lembaga yang
mengatur hukum materi dana tau berdasarkan prinsip syariah di indonesia dikenal
dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secera
bersama oleh kejaksaan agung RI dan MUI.
D.
Struktur Organisasi Bank Syariah
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan
bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang
amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan
adanya DPS yang berfungsi mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar
sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya diletakan pada posisi setingkat
dewan komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas setiap
opini yang diberikan oleh DPS. Oleh karena itu, biasanya penetapan anggota DPS
dilakukan oleh rapat umum pemegang saham setelah para anggota DPS itu mendapat
rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN). [5]
1. Dewan Pengawas
Syariah (DPS)
Peran utama para
ulama dalam DPS adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar
selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena
transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika di
banding bank konvensional. karena itu, di perlukan garis panduan yang
mengaturnya. Garis panduan ini di susun
oleh DSN.
Dewan pengawas
syariah harus membuat peryataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa bank
yang di awasinnya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Peryataan ini
dimuat dalam laporan tahunan bank bersangkutan.
Tugas lain bank
DPS adalah menelitih dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang
diawasinya. Dengan demikian, DPS bertindak sebagai penyaring pertama sebelum
suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh DSN.
2. Dewan Syariah
Nasional (DSN)
Sejalan dengan
berkembangnya lembaga keuangan syariah ditanah air, berkembang pulalah jumlah
DPS yang berada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyaknya dan
beragamnya DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah adalah suatu hal yang
harus disyukuri, tetapi juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan
adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan hal
itu ridak mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI
sebagai paying dari lembaga dan organisasi keislaman di Tanah Air, menganggap
perlu dibentuknya satu dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi
seluruh lembaga keuangan, termasuk didalamnya bank syariah. Lembaga ini kelak
kemudian dikenal dengan DSN.
Dewan Syariah
Nasional dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomondasi kakarnya
Reksadana Syariah pada bulan juli tahun yang sama. Lembaga ini merupaka lembaga
otonom di bawah MUI dipimpin oleh ketua umum MUI dan Sekretaris (ex-officion).
Kegiatan sehari-hari DSN dijalankan oleh Badan pelaksana Harian dengan seorang
ketua dan sekretaris serta beberapa anggota.
Fungsi utama DSN
adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai denagan
syariah islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah. Tetapi juga
lembaga-lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventual, dan
sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, DSN membuat garis panduan
produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam.Garis panduan ini
menjadi dasar pengawasan bagi DSN pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan
menjadi dasar pengembangan produk-produknya.
Fungsi lain dari
Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk
yang diekembangkan oleh lembaga keungan syariah. Produk-produk baru tersebut
harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Syariah pada
lembaga yang bersangkutan.
Selain itu, Dewan
Syariah Nasioanal dapat memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan
sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan Syariah.
Dewan Syariah
Nasional dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga
yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan
jika Dewan Syariah Nasional telah menerima laporan dari Dewan Pengawas Syariah
pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut.
Jika lembaga
keungan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan. Dewan
Syariah Nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank
Indonesia dan Dapertemen Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan
tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakannya yang tidak sesuai
syariah.[6]
E.
Bisnis dan Usaha yang Dibiayai
Dalam bank
syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan
syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang
terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan.
Dalam perbankan
syariah suatu pembiayan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal
pokok, diantaranya sebagai berikut.
1. Apakah objek
pembiyaan halal atau haram?
2. Apakah proyek
menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?
3. Apakah proyek
berkaitan degan perbuatan mesum/ asusila?
4. Apakah proyek berkaitan
dengan perjudian?
5. Apakah usaha itu
berkaitandegan idustri senjata yang illegal atau berorientasi pada pengembangan
senjata pembunuhan massal?
6. Apakah proyek
dapat merugikan syiar islam, baik secara langsung maupun tidak langsung?
F.
Perbandingan Antara Bak Syariah dan Bank Konvensional
Perbandingan
antara bank syariah dan bank konvensional disajikan dalam tabel berikut.
BANK ISLAM
|
BANK KONVESIONAL
|
1. Melakukan inventasi-invenstansi
yang halal saja.
2. Berdasarkan
prinsip bagi hasil, jual-beli, sewa.
3. Profit dan
falah oriented.
4. Hubungan dengan
nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.
5. Penghimpunan
dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa dewan pengawas syariah
6. Akad syariah
7. Islami
|
Investasi yang halal dan haram
Memakai perangkat bunga.
Profit oriented
Hubungan
dengan nasabah bentuk hubungan debitor-debitor tidak terdapat dewan
sejenis
Akad konvensional
Non islami
|
G.
Kesimpulan
Bank syariah ini
dari hulu sampai hilir, dana yang
mengalir sama sekalih tidak pernah tercampur atau tersentuh dengan lembaga atau
pihak yang mengandung unsur yang tidak halal
(dalam hal ini adalah unsur riba). Bank mendapatkan dana dari bank
sentral yang hanya mengelolah dana bank sentral syariah tersendiri ( bank
sentral yang hanya menangani bank-bank syariah juga) atau di negara yang semua
banknya menganut sistem syariah sehingga tidak ada percampuran dana dengan bank
konvesional.
Bank syariah
tingkatan ini bergerak dengan sistem syariah dan berdiri. Ini berarti bank ini
bukan merupakan bagian dari bank lain yang menganut sistem konvensional. Kalau
di indonesia, dikenal dengan Bank Umum Syariah (BUS). Dalam perkembangannya jumlah
BUS mengalami peningkatan.
Bank yang
bergerak dengan sistem syariah, namun masih merupakan anak perusahaan dari bank
konvensional lain, dan secara perdanaan
masih bercampur dengan bank induknya. Bank ini lebih dikenal dengan Unit Usaha
Syariah ( UUS ). Hal yang perlu disikapi oleh kita dalamhal ini adalah
sekalipun bank ini menggunakan sistem syariah, sebenarnya hanya merupakan
merupakan salah satu divisi saja dalam bank konvesional.
Bank syariah
level ini biasa disebut juga sebagai bank gadungan karena hanya menggunakan
nama syariah saja, namun dalam praktik oprasionalnya menerapkan sistem bunga (
Riba ).
Daftar Pustaka
Rahman, Afzalur. Economic Doctrines of
Islam, Lahore: Islamic Publication, 1990.
Machmud, Amir. Bank Syariah. Jakarta: Erlangga, 2010.
Antonio, Muhammad Syafi’I. Islamic
Banking Bank Syariah. Jakarta: Gema Insani, 2001.
Bank Indonesia, Petunjuk
Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah. Jakarta, Bank Indonesia, 1999.
[1]Afzalur Rahman, Economic
Doctrines of Islam, (Lahore: Islamic Publication, 1990), hal. 19.
[3]Muhammad Syafi’I
Antonio, Islamic Banking Bank Syariah, (Jakarta: Gema Insani, 2001),
hal. 30.
[6] Bank
Indonesia, Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah, (Jakarta,
Bank Indonesia, 1999), hal. 21.
No comments:
Post a Comment