MODEL ALTERNATIFE
PENYELESAIAN SENGKETA (APS) DENGAN CARA MEDIASI
(Studi Kasus
Sengketa Antara PT. Indo Acidatama Chemical Industry dengan Petani Desa Kemiri
Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang)
Oleh:
Muhammad Nur Muzakki
Abstrak
Proses industri
ternyata telah menimbulkan berbagai dampak negatif yang merugikan kehidupan
masyarakat. Dampak negatif terhadap komponen lingkungan dapat berupa gangguan
terhadap kualitas air, udara, tanah, kenyamanan lingkungan dan sebagainya.
Kasus serupa terjadi antara PT. Indo Acidatama Chemical Industry yang berada di
wilayah Desa Kemiri, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang, dengan petani
setempat.
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah penyebab terjadinya sengketa dan bagaimanakah
bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang diterapkan dalam
menyelesaikan sengketa lingkungan hidup antara PT. Indo Acidatama Chemical
Industry dengan petani Desa Kemiri, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang.
Penelitian ini termasuk ke dalam tipe penelitian hukum empiris.
Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya sengekta antara PT. IACI dengan petani Desa Kemiri
adalah pencemaran udara (limbah gas) dari PT. IACI yang menyebabkan tanaman
padi menjadi kemerah-merahan, dan pencemaran tanah, yang mengakibatkan kualitas
dalam tanah menurun sehingga menyebabkan produksi padi menurun. Bentuk penyelesaian
sengketa antara PT. IACI dengan petani Desa Kemiri adalah dengan cara mediasi.
Hal ini dapat diketahui dari ditunjuknya Bagus Sela sebagai mediator oleh
petani. Sedangkan dari petani diwakili oleh Mariyo dan dari PT. IACI oleh Budi
Muljono.
Rekomendasi
dari penelitian ini adalah Pemerintah harus konsisten dengan program
pembangunan berkelanjutan (sustainable development), sesuai dengan Pasal 1
angka 3 UUPPLH, yang mensyaratkan adanya kelestarian lingkungan dan dipenuhinya
hak masyarakat akan lingkungan yang bersih dan sehat.
Kata Kunci: Sengketa, Mediasi, Alternatif
Penyelesaian Sengketa (APS).
A.
Latar Belakang
Pemerintah telah mencanangkan program pembangunan berkelanjutan
atau sustainable development, yaitu pembangunan yang dilakukan dengan berwawasan
lingkungan. Dalam pembangunan berkelanjutan, harus dipenuhi syaratsyarat yaitu,
pertama, adanya kelestarian lingkungan dan kedua, dipenuhinya hak masyarakat
akan lingkungan yang bersih dan sehat.
Munculnya dampak negatif terhadap kualitas lingkungan hidup, adalah
suatu realitas bahwa pembangunan yang dilaksanakan tidak memperhatikan aspek
lingkungan hidup, sehingga meninbulkan penurunan kualitas lingkungan hidup.
Dampak negatif terhadap komponen lingkungan dapat berupa gangguan terhadap
kualitas air, udara, tanah, kenyamanan lingkungan dan sebagainya.
Kasus serupa terjadi antara PT. Indo Acidatama Chemical Industry
yang berada di wilayah Desa Kemiri, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang dengan
petani setempat. Perusahaan tersebut memproduksi berbagai zat kimia dan
dibangun di sekitar pemukiman penduduk. Kegiatan produksi dan pembuangan
limbahnya dilakukan di sekitar pemukiman penduduk. Oleh karena itu masyarakat
merasa bahwa proses produksi tersebut telah mengakibatkan terganggunya hak akan
lingkungan hidup yang baik.
Penyelesaian sengketa hukum lingkungan, menurut UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, selanjutnya disebut
UUPPLH, dapat dilakukan melalui pengadilan ataupun di luar pengadilan berdasarkan
pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa (pasal 84 ayat 1). Melalui
pengadilan, dapat dilakukan dengan jalur administratif, perdata maupun pidana.
Sedangkan di luar pengadilan, dapat dilakukan dengan negosiasi, mediasi,
konsiliasi maupun arbitrase.
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan,
khususnya jalur perdata, kurang disenangi orang karena sering berlarut-larutnya
proses penyelesaian perkaranya di pengadilan. Beberapa kasus perdata yang di
putus di Pengadilan Negeri biasanya dilempar ke pengadilan yang lebih tinggi,
dari tingkat banding hingga kasasi, disebabkan tidak puasnya para pihak yang
kalah atas putusan yang diterima. Ada kecenderungan orang selalu mengulur waktu
dengan selalu mempergunakan upaya hukum, semata-mata untuk memenangkan perkara.
Dalam jurnal ini dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1.
Apakah penyebab terjadinya sengketa lingkungan hidup antara PT.
Indo Acidatama Chemical Industry dengan petani Desa Kemiri, Kecamatan Rajeg,
Kabupaten Tangerang?
2.
Bagaimanakah bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang
diterapkan dalam menyelesaikan sengketa lingkungan hidup antara PT. Indo
Acidatama Chemical Industry dengan petani Desa Kemiri, Kecamatan Rajeg,
Kabupaten Tangerang?
B.
Pembahasan
PT. Indo Acidatama Chemical Industry (PT. IACI) adalah perusahaan
yang bergerak di bidang produksi bahan-bahan kimia, yaitu alkohol, metanol dan
acid etanol. Keberadaan pabrik PT. IACI, berada dalam lingkungan pemukiman
penduduk dan lahan pertanian. Kawasan pemukiman penduduk berada di sebelah kiri
(barat) kawasan pabrik, yaitu Dukuh Sepreh, Desa Sroyo, Kecamatan Mauk,
Kabupaten Tangerang berjarak sekitar 75 meter. Sedangkan lahan pertanian berada
tepat di depan (utara) pabrik dan di sebelah kanan (timur) pabrik, keduanya
masuk dalam wilayah Desa Kemiri, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang. Untuk
wilayah Desa Kemiri, pemukiman penduduk yang paling dekat dengan pabrik adalah
Dukuh Jangganan (kurang lebih 300 meter timur laut pabrik) dan Dukuh Ngentak
(kurang lebih 350 meter utara pabrik).
Konflik yang terjadi antara PT. IACI dengan petani Desa Kemiri
adalah karena terganggunya hak masyarakat akan lingkungan yang baik dan sehat.
Sebenarnya bukan hanya warga petani saja yang merasakan adanya pencemaran
lingkungan hidup oleh PT. IACI, namun juga warga Desa Kemiri pada umumnya.
Pencemaran yang dirasakan warga Desa Kemiri adalah pencemaran air (limbah
dibuang di sungai), polusi udara (bau busuk, tidak sedap) dan pencemaran tanah (pertanian).
Dampak pencemaran lingkungan yang dirasakan warga Desa Kemiri yang
berada jauh dari lokasi pabrik adalah pencemaran udara. Pencemaran udara itu berupa bau busuk yang
menyebabkan sebagian orang mengalami mual-mual, kepala pening bahkan muntah-muntah.
Kejadian ini paling sering terjadi pada waktu malam hari atau kalau sedang
turun hujan.
Masyarakat yang berada di sekitar pabrik, sangat merasakan dampak
negatif yang ditimbulkan oleh PT. IACI. Mereka adalah warga Dukuh Ngentak,
Jangganan, Beji dan Kemiri, yang masuk dalam wilayah Desa Kemiri. Selain itu
warga Dukuh Sepreh, Desa Sroyo, Kecamatan Mauk yang berlokasi paling dekat
dengan pabrik juga merasakan demikian. Bahkan, banyak sumur warga yang berwarna
kecoklatan sebagai akibat dialirkannya limbah cair ke dalam sungai Sroyo yang
mengalir di barat Dukuh Sepreh. PT. IACI sendiri pernah memberikan bantuan
sumur tancap kepada warga Dukuh Sepreh untuk menanggulangi krisis air bersih di
daerah itu.
Lokasi pabrik yang di bangun ditengah-tengah lahan pertanian dan
dekat dengan pemukiman penduduk, dirasakan betul sangat merugikan warga
sekitar. Hal inilah yang menimbulkan konflik antara PT. IACI dengan petani Desa
Kemiri. Petani ini adalah petani maupun petani perangkat Desa Kemiri yang
lahannya berada tepat di depan (utara) pabrik. Luas lahan pertanian yang berada
di depan pabrik adalah sekitar 38 patok (1 Ha sama dengan 3 patok). Kepemilikan
dari 38 patok tersebut, 18 patok milik petani, sedangkan 20 patok adalah milik
kas Desa Kemiri dan tanah bengkok (gaji) perangkat Desa.
Beberapa bentuk kerugian yang dirasakan petani adalah:
1.
Tanaman padi berwarna kemerah-merahan.
2.
Hasil produksi padi merosot, diakibatkan isi biji padi tidak bisa
penuh (hampa, kopong).
Kerugian-kerugian yang dirasakan petani tersebut, diduga diakibatkan
oleh:
1.
Pencemaran udara (limbah gas) dari pabrik yang berada di selatan
sawah petani, sehingga arah angin yang cenderung ke utara menyebabkan tanaman
padi yang di tanam petani terkena dampaknya.
2.
Pencemaran tanah, sehingga kualitas tanah pertanian menjadi
menurun.
C.
Bentuk Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup yang Diterapkan Oleh
PT. IACI dengan Petani Desa Kemiri
Lahan pertanian yang berada di depan pabrik PT. IACI, seperti telah
disebut di muka, seluas 38 patok. Lahan tersebut terdiri dari lahan milik
pribadi dan lahan milik kas Desa Kemiri yang merupakan gaji dari Perangkat Desa
Kemiri. Sengketa antara PT. IACI dengan warga petani Desa Kemiri terjadi pada
awal tahun 2005. Dalam kasus sengketa dengan PT. IACI, salah seorang petani,
Mariyo, atas persetujuan petani yang lain, bertindak sebagai koordinator petani
dalam rangka penyelesaian sengketa lingkungan hidup dengan PT. IACI. Atas
kesepakatan para petani, selanjutnya ditunjuk seorang pendamping yang
diharapkan dapat menjembatani perundingan dengan pihak perusahaan. Pendamping
yang ditunjuk yaitu Bagus Sela, Anggota DPRD Kabupaten Karanganyar yang
berdomisili di Desa Kebak, Kecamatan Rajeg. Maksud dari penunjukan pendamping
ini, menurut petani adalah supaya proses perundingan dapat berlangsung dengan
cepat serta tidak berteletele, sehingga petani juga tidak mau melibatkan banyak
pihak. Hal ini diakui petani dikarenakan sebagian besar petani adalah
orang-orang yang buta hukum, sehingga orang yang mereka tunjuk sebagai
pendamping pun diambil dari orang yang telah mereka kenal sebelumnya. Sedangkan
dari perusahaan di wakili oleh Budi Muljono selaku Direktur Utama PT. IACI.
Berdasarkan ciri-ciri dari bentuk-bentuk penyelesaian sengketa di
luar pengadilan, maka penyelesaian sengketa yang terjadi antara warga petani
Desa Kemiri dengan PT. IACI termasuk dalam bentuk mediasi. Hal ini diketahui
dari:
1.
Diangkatnya pihak ketiga yang netral, yaitu Bagus Sela, sebagai
mediator,
2.
Penunjukan mediator dilakukan oleh petani dan disetujui oleh
seluruh petani,
3.
Mediator tidak mempunyai hubungan keluarga atau hubungan kerja
dengan petani maupun PT. IACI,
4.
Memiliki ketrampilan melakukan perundingan dan menjadi penengah,
5.
Tidak mempunyai kepentingan terhadap proses perundingan maupun
hasilnya,
6.
Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan.
Namun, dalam pelaksanaan penegakan hukum lingkungan hidup, memang
banyak faktor dominan yang mempengaruhi, yaitu:
a.
Faktor hukum sendiri,
b.
Faktor Penegak Hukum,
c.
Faktor fasilitas dan biaya,
d.
Faktor masyarakat.
Faktor-faktor ini juga mempengaruhi dalam kasus sengketa PT. IACI
dengan warga petani Desa Kemiri. Hal ini terlihat dari, petani yang merupakan
perangkat Desa Kemiri, diarahkan oleh Camat Rajeg, untuk tidak melanjutkan aksi
mereka dengan janji kelak akan dapat kompensasi tersendiri. Sehingga, pada
tahap selanjutnya petani yang juga perangkat Desa tersebut akhirnya keluar dari
anggota petani yang menuntut diselesaikannya sengketa dengan PT. IACI.
Hal ini juga dialami oleh koordinator petani, Mariyo, yang pada
suatu hari dipanggil ke kantor kecamatan. Mariyo datang didampingi oleh Kepala
Dusun setempat, oleh Camat disarankan untuk mengurungkan niatnya dalam menuntut
ganti rugi terhadap PT. IACI. Namun, permintaan itu ditolak meskipun ada janji
hadiah yang akan diberikan jika tuntutan dibatalkan.
Keluhan petani Desa Kemiri terhadap keberadaan PT. IACI yang telah
menimbulkan kerugian, sering ditanggapi “dingin” oleh pihak perusahaan. Hal ini
disebabkan, menurut uji laboratorium yang mereka lakukan menunjukkan bahwa
limbah industri yang mereka hasilkan tidak membahayakan lingkungan hidup. Uji
laboratorium dilakukan oleh:
1.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Departemen Pertanian
Jawa Tengah, terhadap:
a.
Unsur hara dalam tanah,
b.
Unsur total dalam tanah,
c.
Unsur dalam jerami padi,
d.
Unsur dalam gabah,
e.
Pertumbuhan tanaman.
2.
Badan Pengelolaan dan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPPEDAL)
Jawa Tengah, terhadap kualitas udara ambien.
3.
Laboratorium Pengujian Limbah dan Lingkungan dan Aneka Komoditi,
Badan Peneliti dan Pengembangan Industri dan Perdagangan, Deperindag, terhadap
kualitas udara.
4.
Balai Pengembangan Keselamatan Kerja dan Hiperkes, Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Jawa Tengah, terhadap kualitas udara ambien.
Pengujian di laboratorium ini dilakukan pada tahun 2004, pada saat
petani belum mengajukan tuntutan terhadap PT. IACI. Namun, proses pengujian
yang memakan waktu lama– hasil terakhir mengenai unsur dalam tanah tanggal 22
September 2004, sehingga hasil pengujian inilah yang digunakan untuk
menjelaskan kepada petani dalam sosialisasi hasil penelitian limbah industri
PT. IACI pada lahan sawah sekitar pabrik yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar pada
tanggal 10 Mei 2005.
Hasil secara umum pengujian laboratorium ini adalah baik, artinya
semua yang diteliti masih dalam ambang batas normal. Hasil ini menurut petani
sudah dapat ditebak sebelumnya. Bahkan, petani pernah mengusulkan agar uji
laboratorium dilakukan oleh lembaga independen, yaitu dari UNS, namun usul ini
ditolak dengan alasan bahwa lembaga penguji laboratorium harus sesuai dengan
rujukan dari Deperindag.
Dengan adanya hasil laboratorium yang menyatakan keadaan unsur
tanah dan kualitas udara masih di ambang batas normal, membuat PT. IACI tidak
mau dijadikan “kambing hitam” sebagai poluter bagi pencemaran yang terjadi,
meskipun dampaknya betul-betul dirasakan oleh petani. Sehingga, dalam
perundingan yang memakan waktu hampir 1 tahun, pada akhir 2005 dicapai
kesepakatan, yaitu:
1.
PT. IACI memberikan Bantuan Koperasi Tani sebesar Rp. 150 juta.
Istilah yang dipakai disini bukanlah ganti kerugian, karena PT. IACI merasa
bahwa mereka tidak melakukan pencemaran lingkungan hidup. Uang ini oleh petani,
selanjutnya dibagi rata diluar petani perangkat Desa Kemiri, dengan dalih bahwa
petani perangkat Desa Kemiri akan memperoleh uang langsung dari PT. IACI.
Namun, setelah petani perangkat Desa Kemiri mengkonfirmasikan kepada PT. IACI,
oleh perusahaan dikatakan bahwa uang sudah diserahkan semua kepada petani.
Kesimpangsiuran ini terjadi karena, dalam pencairan bantuan, hanya koordinator
petani dan mediator saja yang diundang ke PT. IACI, sedangkan petani perangkat
Desa Kemiri tidak diundang. Akhirnya, petani perangkat Desa Kemiri hanya bisa
“gigit jari” karena uang Rp. 150 juta terlanjur dibagi, dan petani juga
menganggap bahwa petani perangkat Desa Kemiri sudah keluar dari keanggotaan
mereka.
2.
PT. IACI mencarikan bibit padi yang bisa tumbuh dengan baik bila
ditanam di sekitar pabrik. Sawah yang digunakan untuk menanam bibit percobaan
adalah sawah milik perangkat Desa Kemiri. Sedangkan jumlah bibit yang
diujicobakan adalah 15 jenis, yang khusus didatangkan dari UGM Yogyakarta.
Bibit yang kemudian dapat bertahan tumbuh dengan baik adalah jenis “Code” dan
“Mikongga”. Sawah milik petani perangkat Desa tersebut selanjutnya digunakan
percobaan selama 6 kali musim tanam, berawal sejak awal 2006 dan berakhir
sampai akhir 2007. Selama proses percobaan berlangsung, segala biaya produksi,
mulai bibit, beaya pemeliharaan dan pupuk ditanggung oleh pabrik, serta panen
ditampung oleh pabrik. Namun, setelah panen, semua biaya yang telah dikeluarkan
oleh pabrik harus dikembalikan oleh petani perangkat Desa Kemiri. Hanya saja
kalau terjadi gagal panen maka seluruh beaya ditanggung pabrik sesuai dengan
harga setempat. Jadi PT. IACI hanya meminjami modal kepada petani perangkat
Desa Kemiri. Petani yang sudah memperoleh uang Rp 150 juta, tidak mendapatkan
bibit secara gratis, jadi harus membelinya sendiri.
D.
Penutup
1.
Kesimpulan
a.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sengekta antara PT. IACI
dengan petani Desa Kemiri adalah:
1.
Pencemaran udara (limbah gas) dari PT. IACI yang menyebabkan
tanaman padi menjadi kemerahmerahan,
2.
Pencemaran tanah, yang mengakibatkan kualitas dalam tanah menurun
sehingga menyebabkan produksi padi menurun.
b.
Bentuk penyelesaian sengketa antara PT. IACI dengan petani Desa
Kemiri adalah dengan cara mediasi. Hal ini dapat diketahui dari ditunjuknya
Bagus Sela sebagai mediator oleh petani. Dalam hal ini, Bagus Sela adalah bukan
orang yang memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan, tidak memiliki
hubungan keluarga maupun kerja dengan para pihak, tidak mempunyai kepentingan
dalam proses perundingan maupun hasilnya, mempunyai kemampuan untuk menjadi penengah
dan disetujui oleh seluruh petani. Sedangkan dari petani diwakili oleh Mariyo
dan dari PT. IACI oleh Budi Muljono.
2.
Saran
Pemerintah
harus konsisten dengan program pembangunan berkelanjutan (sustainable
development), sesuai dengan Pasal 1 angka 3 UUPPLH, yang mensyaratkan adanya
kelestarian lingkungan dan dipenuhinya hak masyarakat akan lingkungan yang
bersih dan sehat. Dengan dilaksanakannya program tersebut secara konsisten,
akan menghindari atau minimal mengurangi resiko sengketa lingkungan hidup
antara warga masyarakat dengan perusahaan.
No comments:
Post a Comment